Perundungan bukan hanya masalah sosial, tapi juga ancaman serius bagi kesehatan mental dan fisik korban. Psikiater dari Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi, Bogor, dr. Lahargo Kembaren, menggarisbawahi pentingnya penanganan yang tepat bagi korban perundungan karena korban dapat mengalami dampak yang merusak dalam jangka pendek maupun panjang.
Menurut Lahargo, perundungan terbagi menjadi empat jenis, yaitu perundungan verbal, fisik, relasional, dan siber (cyber bullying). “Perundungan verbal itu dikata-katain dengan label negatif. Perundungan fisik adalah perlakuan fisik yang tidak menyenangkan, seperti dipukul, ditendang, didorong, dan dicubit,” katanya dalam dialog bertema “Psikolog Bedah: Dampak Perundungan terhadap Kesehatan Jiwa Korbannya” di kanal YouTube Kata Dokter pada 17 Juli 2022. “Ada juga perundungan relasional, di mana korban dijauhi atau tidak diajak masuk ke dalam kelompok, dan terakhir, cyber bullying, yaitu intimidasi melalui media sosial.”
Setiap jenis perundungan ini dapat memberikan dampak signifikan terhadap kondisi mental korban. Menurut Lahargo, korban seringkali mengalami fase akut dalam 2-3 minggu pertama setelah mengalami peristiwa perundungan. “Pada fase ini korban bisa menangis, ketakutan, dan cemas. Mereka mungkin tidak mau pergi ke sekolah, ke kampus, tempat di mana perundungan terjadi, atau mengalami gangguan tidur seperti mimpi buruk atau night terror,” ujarnya.
Gejala fisik, kata Lahargo, juga sering muncul pada korban, seperti sakit kepala, sakit perut, hingga mual. Ini menunjukkan betapa luasnya dampak perundungan, yang bukan hanya menyerang mental tetapi juga fisik.
Jika korban tidak mendapatkan penanganan yang tepat, kondisi mereka dapat berkembang menjadi lebih serius. Salah satu dampak jangka panjang yang sering terjadi pada korban perundungan adalah gangguan stres pasca-trauma (PTSD). “PTSD pada korban perundungan ditandai dengan mengalami kembali (re-experiencing), yaitu flashback atau mimpi buruk tentang kejadian traumatis tersebut serta perasaan mudah terkejut atau hypervigilance,” kata dia.
Selain PTSD, depresi berat juga sering kali menjadi masalah serius pada korban perundungan. “Korban perundungan bisa mengalami gangguan depresi dengan gejala mood yang menurun, kehilangan energi, kesulitan berkonsentrasi, hingga munculnya pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri,” Lahargo menjelaskan. Kondisi semacam ini tentu memerlukan intervensi medis yang cepat dan tepat agar korban dapat kembali menjalani kehidupan normal.
Penanganan korban perundungan tidak hanya bergantung pada tenaga medis, tetapi juga pada dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar. Korban perundungan membutuhkan dukungan yang kuat dari lingkungannya agar mereka bisa pulih dari trauma. Tanpa dukungan tersebut, risiko terjebak dalam lingkaran trauma sangat besar.
Pendampingan sejak fase awal sangat penting untuk mencegah kondisi mental korban semakin memburuk. Konseling psikologis dan terapi perilaku dapat membantu mereka mengatasi trauma yang dialami. Jika kondisi korban tidak membaik setelah beberapa minggu, mereka harus segera mendapatkan perawatan psikiatris untuk mencegah gangguan mental yang lebih berat seperti PTSD atau depresi kronis.
Pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran akan perundungan di sekolah, keluarga, dan lingkungan kerja. Jika seseorang menjadi korban perundungan, segera cari bantuan profesional dari psikolog atau psikiater karena intervensi dini adalah kunci untuk mencegah gangguan kesehatan jiwa yang lebih serius.
Pelaku perundungan juga perlu mendapatkan perhatian. Sering kali pelaku sendiri mengalami masalah psikologis yang belum terselesaikan. Beberapa pelaku mungkin dulunya adalah korban perundungan atau tengah menghadapi tekanan emosional dalam kehidupannya.
Menurut Lahargo, banyak pelaku perundungan menunjukkan gejala harga diri rendah atau bahkan gangguan psikologis yang lebih serius, seperti gangguan psikotik. Dalam kasus tertentu, perilaku agresif pelaku dipicu oleh konsumsi alkohol atau narkotik, yang semakin memperparah kecenderungan mereka untuk menyakiti orang lain.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan pedoman tentang pentingnya penanganan trauma psikologis, termasuk perundungan, dalam konteks kesehatan mental. Penanganan medis yang tepat dan dukungan sosial yang kuat merupakan langkah penting untuk menyelamatkan kesehatan jiwa para korban perundungan.
Akademi Dokter Anak Amerika Serikat (AAP) juga menyarankan agar anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan psikologis atau kesehatan mental yang serius dirujuk ke psikolog. Dalam kasus penindasan yang terjadi di lingkungan sekolah, dokter harus mempertimbangkan untuk menghubungkan pasien dan keluarga dengan pusat kesehatan berbasis sekolah, konselor pembimbing, perawat sekolah, atau administrator.
Sumber: Tim Redaksi Mediakom